Di tengah hiruk-pikuk kota Jakarta yang tak pernah tidur, ada satu legenda yang tetap berdiri tegak di antara aroma pasar dan kenangan masa lampau. Namanya Kopi Bis Kota, kopi legendaris yang telah mewarnai kehidupan Jakarta sejak masa penjajahan Jepang. Bagi para pencinta kopi sejati, nama ini mungkin sudah tak asing lagi, terutama jika Anda melangkahkan kaki ke Pasar Mester, Jatinegara. Di sini, aroma khas kopi segar berpadu dengan bau pasar yang ramai—suatu kombinasi unik yang tak bisa Anda temukan di tempat lain.
Sejarah Kopi Bis Kota berawal pada tahun 1943, ketika seorang pengusaha bernama Wong Hin membuka usaha kopi di Pasar Seng, dekat Pasar Lama. Dalam perjalanan waktu, bisnis ini pindah ke Pasar Jatinegara dan berkembang menjadi salah satu ikon kopi Jakarta. Seiring waktu, kopi ini mendapat julukan "Bis Kota" karena kemasannya yang unik—bungkus kertas cokelat dengan gambar bus di depannya, tak berubah sejak pertama kali dijual. Kalimat di kemasannya masih sama: "Kopi pilihan dari Djawa jang paling baik terdjual di mana-mana warung tergiling dan terbungkus di Djl. Pintu Pasar Timur 40."
Di balik kesederhanaan kemasannya, Kopi Bis Kota menyimpan cerita tentang dedikasi keluarga Widjaja yang telah mengelola usaha ini selama tiga generasi. Saat ini, Dede Widjaja, cucu dari Wong Hin, adalah pengelola toko yang berperan menjaga warisan keluarganya. Toko Sedap Djaja, yang terletak di Jalan Pintu Pasar Timur, Jatinegara, menjadi rumah bagi dua mesin penggiling kopi tua yang masih setia beroperasi. Meski terlihat kusam dan berdebu, mesin-mesin ini tetap bekerja keras menggiling biji kopi robusta, andalan dari Kopi Bis Kota, yang didatangkan langsung dari Lampung.
Dede berbagi bahwa robusta lebih diminati karena harganya yang lebih terjangkau dibanding arabika. "Kopi robusta kontribusinya paling besar dalam penjualan," ungkapnya. Namun, di balik kesederhanaan robusta, kualitas adalah yang utama. Kopi Bis Kota dikenal sebagai kopi yang murni, tanpa campuran bahan tambahan, menjadikannya pilihan yang lebih aman dibanding kopi saset yang kerap beredar di pasaran.
Meski era kopi saset membuat pamor kopi-kopi tradisional seperti Kopi Bis Kota sempat meredup, Dede terus berjuang mempertahankan tradisi keluarganya. "Saya selalu cari kopi yang fresh dan tidak ada yang sama," katanya. Namun, tantangan untuk bersaing dengan kopi saset yang lebih murah dan praktis tetap ada. Dede bahkan pernah berpikir untuk memproduksi kopi saset sendiri, tapi ia ragu karena ingin mempertahankan keaslian rasa kopi yang sudah menjadi ciri khas sejak dahulu kala.
Beruntung, tren kedai kopi kekinian yang kini marak di Jakarta justru membantu meningkatkan kembali popularitas Kopi Bis Kota. Sejumlah kedai kopi modern memilih biji kopi robusta dari Toko Sedap Djaja sebagai bahan dasar minuman mereka. "Dengan adanya tren kopi kekinian, saya malah senang. Banyak kedai yang beli kopi dari saya," kata Dede dengan penuh semangat.
Kini, meskipun toko ini tetap beroperasi dengan cara tradisional, kopi legendaris ini berhasil menembus pasar di luar Jakarta. Kopi Bis Kota dijual seharga Rp70 ribu per kilogram untuk robusta, sementara arabika yang lebih premium dijual dengan harga Rp200 ribu per kilogram.
Kopi Bis Kota mungkin terlihat sederhana dengan kemasan kuno dan mesin-mesin tua, namun di balik itu ada sejarah panjang, dedikasi, dan cinta untuk kopi yang tak lekang oleh waktu. Di tengah segala modernisasi, Kopi Bis Kota terus bertahan sebagai salah satu warisan berharga Jakarta—sebuah hidden gem yang tak boleh dilupakan oleh pecinta kopi sejati.
Jika Anda ingin merasakan aroma nostalgia dan cita rasa kopi yang autentik, cobalah Kopi Bis Kota. Nikmati secangkir kopi dengan sejarah yang melekat di setiap butirnya, dan rasakan bagaimana kenangan Jakarta masa lalu hidup kembali melalui setiap seruputnya.
Disarikan dari CNNIndonesia
-----------------------------------------
Jika tertarik, bisa mengunjungi tautan di bawah ini:
Kopi biskota (Robusta) Asli 250gr, klik di sini!
Kopi Biskota "MAKE YOUR MIX", klik di sini!

Tidak ada komentar:
Posting Komentar